Ini Kelemahan Ekonomi Indonesia sejak
Orde Baru
KOMPAS/RIZA FATHONIGubernur Bank Indonesia Darmin Nasution
JAKARTA, KOMPAS.com —
Bank Indonesia (BI) menilai kelemahan ekonomi Indonesia memiliki sebab, bahkan
sejak zaman orde baru. Hal itu adalah ketidakseimbangan
antara sisi internal dan eksternal perekonomian Tanah Air.
"Kuncinya di internal cukup bagus, tapi dari
eksternalnya kita masih lemah. Bahkan sejak orde baru, kelemahan itu sudah
eksis. Kita belum mampu mengatasinya," kata Gubernur Bank Indonesia Darmin
Nasution di acara Kompas100 Forum "CEO Bicara Kabinet Mendengar: Tumbuh
Lebih Tinggi atau Stagnan" di Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta,
Rabu (28/11/2012).
Menurut Darmin, kondisi perekonomian dari sisi
internal ini diukur, baik dari sisi inflasi maupun kesempatan kerja. Di sini,
baik nilai inflasi maupun kesempatan kerja masyarakat Indonesia dinilai masih
bagus. Namun dari sisi eksternal, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih ditopang oleh neraca
pembayaran yang masih belum stabil.
"Pertumbuhan ekonomi tinggi itu selalu dibarengi
oleh neraca pembayaran yang surplus. Kita belum mampu atasi itu,"
tambahnya.
Darmin menyebutkan, Indonesia harus bisa mencontoh
China. Di negeri tirai bambu tersebut, mereka bisa bertahan selama 30 tahun
terakhir tanpa mengalami kelemahan struktural karena China tidak memiliki
kelemahan seperti Indonesia tadi.
Menurut Darmin, ekonomi Indonesia masih mirip dengan
India. Sebab, kedua negara ini juga sama-sama menerapkan pola ekonomi yang
hampir sama. "Indonesia dan India itu sama, mereka juga repot, khususnya
untuk keluar dari kelemahan ini," ungkapnya.
Solusinya, kata Darmin, pemerintah harus segera
menyelesaikan sumber kelemahan itu. Selama ini, masyarakat kita selalu fokus ke
sektor primer, pertambangan, dan industri. Namun, sektor ini sebenarnya masih
memerlukan bahan baku yang selalu impor. "Ini yang jadi persoalan,"
ungkapnya.
Darmin menilai bahwa harus ada pelaku wirausaha lokal
yang masuk di bisnis bahan baku, bahan penolong, atau bahan modal yang
khususnya bisa dipakai di industri dalam negeri. Dengan demikian, hal ini akan
mengurangi ketergantungan industri terhadap impor.
Solusi kedua, pemerintah dinilai masih terlambat dalam
mengatur bahan bakar minyak (BBM). "Soal BBM, ini bukan soal pemakaian
yang berlebih, melainkan sebagian besar subsidi BBM justru digunakan oleh kelas
menengah yang jumlahnya besar. Mereka yang pakai itu," katanya.
Kesimpulan
:
Sumber
:
we LIKE Blog you niceeeeeeeeeeeee
BalasHapus